Sejarah Pasar Sukowati
Jika setelah dua kali bom Bali, pada tahun 2002 dan 2005, masih ada pemulihan, maka tidak dengan pasar oleh-oleh modern. Maraknya pasar oleh-oleh modern telah membuat Pasar Seni Sukowati, Gianyar, kian limbung.
Begitulah I Nengah Nama Artawa, pegawai Dispenda Gianyar yang mengelola retribusi Pasar Seni Sukowati memberikan ilustrasi. “Dampak pasar oleh-oleh modern ini bahkan lebih besar daripada penurunan omset setelah Bom Bali I dan II tahun 2002 dan 2005 lalu,” kata Artawa. Paling tidak, setelah bom Bali ada masa pemulihan. Namun, pasar oleh-oleh modern, di lain pihak, terus akan ada dalam jangka waktu lama.Serbuan pasar oleh-oleh modern telah mengurangi penghasilan pedagang di Pasar Sukowati hingga 50 persen dalam lima tahun terakhir.Pasar Seni Sukowati punya sejarah yang sangat panjang (lihat boks). Selain merupakan pasar seni tertua kedua di Bali setelah Pasar Kumbasari di Denpasar, Pasar Seni Sukowati juga merupakan satu-satunya pasar yang dikelola langsung oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar. Pasar Seni Sukowati II & III dikelola Desa Pakraman Sukowati, sedangkan Pasar Seni Sukowati di Guwang dikelola Desa Pakraman Guwang.Pengelolaan oleh Pemkab Gianyar itu ternyata tidak dipusatkan di satu instansi, tapi menyebar di beberapa dinas berbeda. Retribusi parkir dipungut oleh Dinas Perhubungan, bekerja sama dengan Desa Pakraman. Retribusi kios, yang nilainya berkisar dari Rp 750 hingga Rp 1.000 per meter persegi per hari, dipungut Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Bidang perencanaan dan renovasi dikelola Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Bagian Ekonomi Pemkab. Promosi ditangani oleh Dinas Pariwisata.Ketiadaan mekanisme pengelolaan yang terpadu ini menyulitkan Pasar Seni Sukowati untuk bisa bergerak lincah menyikapi kompetisi yang sengit dari pasar oleh-oleh modern. Bahkan untuk hal-hal kecil yang dikeluhkan pedagang di sana.“Rolling door di blok sebelah sudah rusak setahun lebih. Sudah sering dilaporkan, belum ada perbaikan,” keluh I Ketut Suartaya, mewakili lebih dari 1.000 pedagang lainnya di pasar ini. Demikian pula tambahan lahan parkir yang dijanjikan Pemkab Gianyar sejak 2010 lalu. Dua tahun berselang sejak janji tersebut, lahan parkir tambahan belum juga terealisasi. Akibatnya, saat musim liburan, pengunjung terpaksa memarkir kendaraannya di badan jalan. Pengunjung sering kali harus berjalan kaki hingga lebih dari 100 meter melewati panas terik atau hujan.Para pedagang kios juga mengeluhkan keberadaan pedagang acung yang belum ditata hingga mengganggu kenyamanan pengunjung.
Sejarah Pasar Sukowati
Jika setelah dua kali bom Bali, pada tahun 2002 dan 2005, masih ada pemulihan, maka tidak dengan pasar oleh-oleh modern. Maraknya pasar oleh-oleh modern telah membuat Pasar Seni Sukowati, Gianyar, kian limbung.
Begitulah I Nengah Nama Artawa, pegawai Dispenda Gianyar yang mengelola retribusi Pasar Seni Sukowati memberikan ilustrasi. “Dampak pasar oleh-oleh modern ini bahkan lebih besar daripada penurunan omset setelah Bom Bali I dan II tahun 2002 dan 2005 lalu,” kata Artawa. Paling tidak, setelah bom Bali ada masa pemulihan. Namun, pasar oleh-oleh modern, di lain pihak, terus akan ada dalam jangka waktu lama.Serbuan pasar oleh-oleh modern telah mengurangi penghasilan pedagang di Pasar Sukowati hingga 50 persen dalam lima tahun terakhir.Pasar Seni Sukowati punya sejarah yang sangat panjang (lihat boks). Selain merupakan pasar seni tertua kedua di Bali setelah Pasar Kumbasari di Denpasar, Pasar Seni Sukowati juga merupakan satu-satunya pasar yang dikelola langsung oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar. Pasar Seni Sukowati II & III dikelola Desa Pakraman Sukowati, sedangkan Pasar Seni Sukowati di Guwang dikelola Desa Pakraman Guwang.Pengelolaan oleh Pemkab Gianyar itu ternyata tidak dipusatkan di satu instansi, tapi menyebar di beberapa dinas berbeda. Retribusi parkir dipungut oleh Dinas Perhubungan, bekerja sama dengan Desa Pakraman. Retribusi kios, yang nilainya berkisar dari Rp 750 hingga Rp 1.000 per meter persegi per hari, dipungut Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Bidang perencanaan dan renovasi dikelola Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Bagian Ekonomi Pemkab. Promosi ditangani oleh Dinas Pariwisata.Ketiadaan mekanisme pengelolaan yang terpadu ini menyulitkan Pasar Seni Sukowati untuk bisa bergerak lincah menyikapi kompetisi yang sengit dari pasar oleh-oleh modern. Bahkan untuk hal-hal kecil yang dikeluhkan pedagang di sana.“Rolling door di blok sebelah sudah rusak setahun lebih. Sudah sering dilaporkan, belum ada perbaikan,” keluh I Ketut Suartaya, mewakili lebih dari 1.000 pedagang lainnya di pasar ini. Demikian pula tambahan lahan parkir yang dijanjikan Pemkab Gianyar sejak 2010 lalu. Dua tahun berselang sejak janji tersebut, lahan parkir tambahan belum juga terealisasi. Akibatnya, saat musim liburan, pengunjung terpaksa memarkir kendaraannya di badan jalan. Pengunjung sering kali harus berjalan kaki hingga lebih dari 100 meter melewati panas terik atau hujan.Para pedagang kios juga mengeluhkan keberadaan pedagang acung yang belum ditata hingga mengganggu kenyamanan pengunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar